Thata masih mengutak-atik laptop pemberian papanya. Jaman modern
seperti ini bukan hal baru anak muda seperti thata sudah menikmati
teknologi masa kini. Sementara adik tirinya novita yang masih kecil
sedang bermain dengan psp hadiah ulang tahunnya yang ke-13 kemarin.
Thata tertawa mengembangkan senyumnya sambil mengolok-olok dan
mengatai teman fb mereka dengan coment’nya yang sedikit nakal.
Menyebarkan status di wall temannya tanpa merasa peduli temannya
terganggu atau tidak
Thata menutup facebooknya kala cacing di perutnya demo sambil teriak
pakai toa mesjid minta makan. Thata bangkit berdiri menuju dapur
berharap makanan ringan 2 minggu lalu di kulkasnya masih ada. Ketika
melewati gudang yang berjarak beberapa meter dari dapur. Terdengar suara
ribut seperti benda jatuh dari dalam gudang. Thata menempelkan
kupingnya ke pintu gudang dan mendengar jelas suara benda jatuh beberapa
kali.
Tiba-tiba sebuah tangan menarik kepala thata menempel di pintu dengan
cepat, membuatnya kaget dan meronta sampai tangan itu lepas dengan
sendirinya.
Thata mengucek mata dan melihat pintu di depannya beberapa kali seakan tak percaya.
Cacing di perutnya mengetuk mengingatkannya akan lapar yang kian
mendera, thata berlari ke dapur dan membuka pintu kulkas, melihat empat
buah apel dan makanan ringan dua minggu lalu. Thata mengambil semuanya,
empat buat apel yang di apit di tangannya beserta makanan ringan.
Ketika melewati gudang, thata terjatuh dan tersandung psp adiknya novita
yang tergeletak di lantai. Dan salah satu buah apelnya mengelinding ke
dalam gudang yang entah kapan terbuka sendiri.
Tanpa sadar thata telah berada dalam gudang, memperhatikan
sekeliling, sambil melirik kiri kanan seperti penjahat dengan mata
mencari sekeliling.
Sebuah benda jatuh lagi, thata mendekat dan meraih benda itu.
Sebuah kotak kardus jatuh berserakan di lantai, sebuah novel dan sebuah
kaset tape. Thata berlari keluar membawa kaset di tangannya, saat gorden
tertiup angin dan melambai-lambai.
Thata termenung di atas sofa,
Di lihatnya kaset di tangan sebentar dan memasukan kaset itu ke dalam tape recorder di sampingnya.
Alunan musik jawa, tak terlalu jelas namun lembut dengan suara yang
sedikit serak parau bernyanyi mengiringi tidurnya. Ketika matanya
sedikit lagi tertutup membawa jiwanya ke alam mimpi, adiknya novita
menguncang tubuhnya hebat.
“kak dimana psp ku?” novita mengguncang tubuh thata sampai thata akhirnya jatuh dari tempat tidur.
Ia bangkit sambil marah-marah pada adiknya dan pindah tempat tidur melanjutkan tidurnya yang tertunda,
—
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku
Terhanyut aku akan dirimu
Saat kau bisikan cinta
Merintih sendiri dalam gelut doa
Untukmu disana.
Aku merindukanmu disini
Temani sepiku
Nikmati bersama senja
Seiring hatiku merindukanmu
Bila hati mulai sepi
Tanpa bisa terobati
Saat kau tak disini
—
Terdengar suara seorang wanita berpuisi dengan sedihnya di antara
lagu lingsir wengi yang di putar. Musik angklung bertalu-talu di ikuti
melodi khas jawa mengiringi lagu dari tape recorder.
Novita mencari pspnya kesana sini, saat lagu itu mulai mengusiknya,
tanpa komando tubuhnya bergerak sendiri ke arah gudang yang terbuka,
sementara thata masih terlelap dengan mimpinya. Membiarkan air liurnya
jatuh menetes di sofa.
Novita mulai menikmati alunan musik jawa sambil sesekali mencari di setiap sudut gudang.
Sedang asiknya thata dengan mimpinya, ketika matanya yang tinggal 2
wat ingin terlelap. Suara pintu di buka keras seperti di banting,
membuat thata kaget dan jatuh dari tempat tidur untuk yang kedua
kalinya. Lampu tiba-tiba saja mati hidup dan terdengar novita menangis
kencang memanggil thata kakanya dari arah gudang.
—
Di tarik koper di tangannya menyeret lantai, wanita tua itu menahan
beribu beban, sementara di depannya suaminya sedang berdiri menantang
dengan emosi, dia adalah dhea, istri pertama tuan tanaka, sementara
wanita di samping tuan tanaka dan seorang anak, itu adalah novita
anaknya yang di ancam tuan tanaka, jika ia tak mau tinggal bersamanya ia
akan di usir juga sementara orang yang berdiri di samping tuan tanaka
adalah cindy selingkuhan tuan tanaka, cindy menggandeng erat thata
anaknya. Dhea hanya bisa menangis karena di ceraikan begitu saja,
setelah sekian lamanya perkimp*ian rumah tangga mereka berjalan mulus
seperti tol sampai hadirnya cindy pihak kedua.
Cindy hanya bisa memeluk novita kecil yang sesekali menahan
tangisnya, ketika dengan amarah tuan tanaka mengusir dhea yang selama
hampir 20 tahun menemani hidupnya, kala suka dan duka, kekayaan dan
martabat telah merengut kepribadian tuan tanaka yang dulu.
Dhea berlalu di gelap tanpa sepatah kata, wanita yang selalu terlihat
menawan dengan suara khasnya di acara tv “sinden jawa”, memang selalu
dikenal luar biasa canti secara fisik maupun suara merdunya setia
menghibur pengemar setiannya ketika malam minggu tiba.
Tuan tanaka masih bertolak pinggang dengan angkuh, tante cindy
menghampiri tuan tanaka perlahan dan….”dooorrr..!” hanya suara itu yang
terdengar.
Dhea duduk termenung pada pinggiran jembatan, sambil sesekali melirik
riak air sungai yang mengalir pelan, pantulan bayangan lusuh pada
permukaan air, membutikan rasa sakit, dendam yang tak bisa dimaknai
dengan kata-kata indah.
Sore hari nan sepi, burung malam mulai terbang ke sarang membawa hasil buruan untuk anaknya,
Dhea masih berdiri di taman menantang senja yang masih menyisahkan kilau jingga.
Seorang pria duduk di sampingnya entah kapan, sambil sesekali memperhatikan lekuk tubuh dhea.
“ini masalah yang sulit dhea..? Bulan depan akan ada program baru, dan
anda di butuhkan disana, masihkah kamu berminat..?” kata pria yang
ternyata adalah paidi manager dhea. “pergilah, aku bukan lagi sinden,
aku hanya wanita yang tak seharusnya ada di dunia ini, mungkin?. Bisakah
kita ke cafe terdekat pak?” dhea melanjutkan katanya dan mengajak
manager di sampingnya untuk sedikit menikmati coffe hangat malam ini.
Sebuah tempat yang cukup romantis, nyala lilin sederhana tanpa lampu
penerang dan hiasan lampu kecil kelap kelip di setiap sudut ruangan,
manager itu datang dan membawa temannya yang mengenakan jaket hitam dan
kacamata hitam, pria itu memberikan salam tangannya, yang tak di gubris
sedikitpun oleh dhea. Manager segera memecahkan keheningan itu dengan
menawari sahabatnya itu teh hangat.
Malam ini dhea terpaksa melayani pria hidung belang itu, karena hanya
itu syarat untuk ia bisa tampil di show acaranya nanti, setelah puas
dengan apa yang ia mau, pria berdasi itu menandatangi kontrak yang
sedari tadi di meja bundar berwarna hitam. Dhea tersenyum kecut pada
pria itu dan mencium manja sebelum akhirnya pentas minggu malam itu di
lakukan.
Dhea telah siap sedia dengan cover make up ala sinden jawa,
kecantikannya dan kehadirannya di sambut teputangan meriah oleh
penonton, pengemar setianya.
Pada saat lagu “lingsir wengi” di bawakan oleh dhea berulang kali
lampu mati sendiri. Dan tanpa alasan yang jelas alat yang tak seharusnya
di mainkan bunyi sendiri dan jatuh, penonton yang mengira itu sebagian
dari aksi malam ini malah bertepuk tangan meriah tanpa mengetahui ada
bahaya mengincar.
Kabel penghubung mic turun dan melilit leher dhea yang tengah
bernyanyi. Semua terjadi begitu saja. Dhea tewas di malam itu di tengah
lagu “lingsir wengi” yang perlahan menghadirkan aroma kematian. Sampai
ambulan datang membawa mayat dhea pergi di tengah malam itu.
Thata masih mengutak-atik laptop pemberian papanya. Jaman
modern seperti ini bukan hal baru anak muda seperti thata sudah
menikmati teknologi masa kini. Sementara adik tirinya novita yang masih
kecil sedang bermain dengan psp hadiah ulang tahunnya yang ke-13
kemarin.
Thata tertawa mengembangkan senyumnya sambil mengolok-olok dan
mengatai teman fb mereka dengan coment’nya yang sedikit nakal.
Menyebarkan status di wall temannya tanpa merasa peduli temannya
terganggu atau tidak
Thata menutup facebooknya kala cacing di perutnya demo sambil teriak
pakai toa mesjid minta makan. Thata bangkit berdiri menuju dapur
berharap makanan ringan 2 minggu lalu di kulkasnya masih ada. Ketika
melewati gudang yang berjarak beberapa meter dari dapur. Terdengar suara
ribut seperti benda jatuh dari dalam gudang. Thata menempelkan
kupingnya ke pintu gudang dan mendengar jelas suara benda jatuh beberapa
kali.
Tiba-tiba sebuah tangan menarik kepala thata menempel di pintu dengan
cepat, membuatnya kaget dan meronta sampai tangan itu lepas dengan
sendirinya.
Thata mengucek mata dan melihat pintu di depannya beberapa kali seakan tak percaya.
Cacing di perutnya mengetuk mengingatkannya akan lapar yang kian
mendera, thata berlari ke dapur dan membuka pintu kulkas, melihat empat
buah apel dan makanan ringan dua minggu lalu. Thata mengambil semuanya,
empat buat apel yang di apit di tangannya beserta makanan ringan.
Ketika melewati gudang, thata terjatuh dan tersandung psp adiknya novita
yang tergeletak di lantai. Dan salah satu buah apelnya mengelinding ke
dalam gudang yang entah kapan terbuka sendiri.
Tanpa sadar thata telah berada dalam gudang, memperhatikan
sekeliling, sambil melirik kiri kanan seperti penjahat dengan mata
mencari sekeliling.
Sebuah benda jatuh lagi, thata mendekat dan meraih benda itu.
Sebuah kotak kardus jatuh berserakan di lantai, sebuah novel dan sebuah
kaset tape. Thata berlari keluar membawa kaset di tangannya, saat gorden
tertiup angin dan melambai-lambai.
Thata termenung di atas sofa,
Di lihatnya kaset di tangan sebentar dan memasukan kaset itu ke dalam tape recorder di sampingnya.
Alunan musik jawa, tak terlalu jelas namun lembut dengan suara yang
sedikit serak parau bernyanyi mengiringi tidurnya. Ketika matanya
sedikit lagi tertutup membawa jiwanya ke alam mimpi, adiknya novita
menguncang tubuhnya hebat.
“kak dimana psp ku?” novita mengguncang tubuh thata sampai thata akhirnya jatuh dari tempat tidur.
Ia bangkit sambil marah-marah pada adiknya dan pindah tempat tidur melanjutkan tidurnya yang tertunda,
—
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku
Terhanyut aku akan dirimu
Saat kau bisikan cinta
Merintih sendiri dalam gelut doa
Untukmu disana.
Aku merindukanmu disini
Temani sepiku
Nikmati bersama senja
Seiring hatiku merindukanmu
Bila hati mulai sepi
Tanpa bisa terobati
Saat kau tak disini
—
Terdengar suara seorang wanita berpuisi dengan sedihnya di antara
lagu lingsir wengi yang di putar. Musik angklung bertalu-talu di ikuti
melodi khas jawa mengiringi lagu dari tape recorder.
Novita mencari pspnya kesana sini, saat lagu itu mulai mengusiknya,
tanpa komando tubuhnya bergerak sendiri ke arah gudang yang terbuka,
sementara thata masih terlelap dengan mimpinya. Membiarkan air liurnya
jatuh menetes di sofa.
Novita mulai menikmati alunan musik jawa sambil sesekali mencari di setiap sudut gudang.
Sedang asiknya thata dengan mimpinya, ketika matanya yang tinggal 2
wat ingin terlelap. Suara pintu di buka keras seperti di banting,
membuat thata kaget dan jatuh dari tempat tidur untuk yang kedua
kalinya. Lampu tiba-tiba saja mati hidup dan terdengar novita menangis
kencang memanggil thata kakanya dari arah gudang.
—
Di tarik koper di tangannya menyeret lantai, wanita tua itu menahan
beribu beban, sementara di depannya suaminya sedang berdiri menantang
dengan emosi, dia adalah dhea, istri pertama tuan tanaka, sementara
wanita di samping tuan tanaka dan seorang anak, itu adalah novita
anaknya yang di ancam tuan tanaka, jika ia tak mau tinggal bersamanya ia
akan di usir juga sementara orang yang berdiri di samping tuan tanaka
adalah cindy selingkuhan tuan tanaka, cindy menggandeng erat thata
anaknya. Dhea hanya bisa menangis karena di ceraikan begitu saja,
setelah sekian lamanya perkimp*ian rumah tangga mereka berjalan mulus
seperti tol sampai hadirnya cindy pihak kedua.
Cindy hanya bisa memeluk novita kecil yang sesekali menahan
tangisnya, ketika dengan amarah tuan tanaka mengusir dhea yang selama
hampir 20 tahun menemani hidupnya, kala suka dan duka, kekayaan dan
martabat telah merengut kepribadian tuan tanaka yang dulu.
Dhea berlalu di gelap tanpa sepatah kata, wanita yang selalu terlihat
menawan dengan suara khasnya di acara tv “sinden jawa”, memang selalu
dikenal luar biasa canti secara fisik maupun suara merdunya setia
menghibur pengemar setiannya ketika malam minggu tiba.
Tuan tanaka masih bertolak pinggang dengan angkuh, tante cindy
menghampiri tuan tanaka perlahan dan….”dooorrr..!” hanya suara itu yang
terdengar.
Dhea duduk termenung pada pinggiran jembatan, sambil sesekali melirik
riak air sungai yang mengalir pelan, pantulan bayangan lusuh pada
permukaan air, membutikan rasa sakit, dendam yang tak bisa dimaknai
dengan kata-kata indah.
Sore hari nan sepi, burung malam mulai terbang ke sarang membawa hasil buruan untuk anaknya,
Dhea masih berdiri di taman menantang senja yang masih menyisahkan kilau jingga.
Seorang pria duduk di sampingnya entah kapan, sambil sesekali memperhatikan lekuk tubuh dhea.
“ini masalah yang sulit dhea..? Bulan depan akan ada program baru, dan
anda di butuhkan disana, masihkah kamu berminat..?” kata pria yang
ternyata adalah paidi manager dhea. “pergilah, aku bukan lagi sinden,
aku hanya wanita yang tak seharusnya ada di dunia ini, mungkin?. Bisakah
kita ke cafe terdekat pak?” dhea melanjutkan katanya dan mengajak
manager di sampingnya untuk sedikit menikmati coffe hangat malam ini.
Sebuah tempat yang cukup romantis, nyala lilin sederhana tanpa lampu
penerang dan hiasan lampu kecil kelap kelip di setiap sudut ruangan,
manager itu datang dan membawa temannya yang mengenakan jaket hitam dan
kacamata hitam, pria itu memberikan salam tangannya, yang tak di gubris
sedikitpun oleh dhea. Manager segera memecahkan keheningan itu dengan
menawari sahabatnya itu teh hangat.
Malam ini dhea terpaksa melayani pria hidung belang itu, karena hanya
itu syarat untuk ia bisa tampil di show acaranya nanti, setelah puas
dengan apa yang ia mau, pria berdasi itu menandatangi kontrak yang
sedari tadi di meja bundar berwarna hitam. Dhea tersenyum kecut pada
pria itu dan mencium manja sebelum akhirnya pentas minggu malam itu di
lakukan.
Dhea telah siap sedia dengan cover make up ala sinden jawa,
kecantikannya dan kehadirannya di sambut teputangan meriah oleh
penonton, pengemar setianya.
Pada saat lagu “lingsir wengi” di bawakan oleh dhea berulang kali
lampu mati sendiri. Dan tanpa alasan yang jelas alat yang tak seharusnya
di mainkan bunyi sendiri dan jatuh, penonton yang mengira itu sebagian
dari aksi malam ini malah bertepuk tangan meriah tanpa mengetahui ada
bahaya mengincar.
Kabel penghubung mic turun dan melilit leher dhea yang tengah
bernyanyi. Semua terjadi begitu saja. Dhea tewas di malam itu di tengah
lagu “lingsir wengi” yang perlahan menghadirkan aroma kematian. Sampai
ambulan datang membawa mayat dhea pergi di tengah malam itu.
“semua berjalan sesuai rencana bos…!” seorang pria bertopeng menelepon.
“sekarang tugasmu menghabisi manager bodoh itu, jangan sampai gagal atau
kamu yang akan ku habisi.” ancam sebuah suara dari seberang.
Pria bertopeg itu membetulkan dasinya dan mengambil pistol di celananya
sambil berjalan ke arah keramaian dan membuang puntung rokoknya ke
tempat sampah dengan senyum licik.
Manager yang bernama paidi itu, menikmati kopi hangat di ruang
kerjanya. Senyumnya semakin lebar memandang koper berisi uang lembar
seratus ribuan banyaknya. “dhea… Dhea… Bodoh betul kau itu, harusnya kau
tahu, dari awal, ya sudahlah, aku puas menjualmu pada sahabatku
sendiri” suara paidi bicara sendiri penuh kemenangan. Lampu di kamarnya
tiba-tiba mati, diikuti nyanyian sinden khas dhea, “lingsir wengi”
Lingsir wengi sliramu tumeking sirno… Ojo tangi nggonmu guling…
Awas jo ngetoro…
Aku lagi bang wingo wingo…
Jin setan kang tak utusi…
Dadyo sebarang…
Wojo lelayu sebet…
Samar-samar suara langkah kaki merayap di atas plafon, di ikuti
nyanyian jawa yang membuat paidi terdiam sejenak, tak bicara, seperti
hawa dingin menyerangnya tiba-tiba membuatnya terdiam, rokok di mulutnya
terjatuh mengenai sosok yang sudah berada di kakinya. Dan…?
Suara kematian terdengar jelas
Penuh aroma dendam
Pintu di dobrak, pria berdasi itu menyembunyikan pistol di sela kaos kakinya dan mendobrak pintu.
Sebelum sempat membuka pintu, sebuah tali telah menggantung lehernya.
Ia meronta namun tak berdaya, tali itu semakin keras dan memutuskan
kepalanya, menggelinding bagai bola di lantai.
Sahabat paidi mengenakan dasinya dan meraih pistol di lacinya saat
mendengar suara keributan di pintunya. Ketika ia membuka pintu lampu
tiba-tiba menyala kembali dan kepala orang yang di percayainya
menggelinding di kakinya di ikuti darah yang mengalir perlahan di
sela-sela sepatunya. Ia ketakutan berteriak menutup kembali pintu, saat
ia memutar badan, sosok dhea telah berdiri tepat di wajahnya, sambil
menjilat kuping dan menancapkan jari-jari yang panjang ke kening pria
itu,
Tante cindy tersenyum puas melihat sosok tuan tanaka yang tak
bernyawa, bersimbah darah yang mengalir perlahan di sela-sela kakinya.
Ia tersenyum puas dan mengarahkan pistolnya ke arah thata yang meringkuk
ketakutan di lantai
“aaachhh” thata terbangun dengan keringat menggumpal di sekujur
tubuhnya. Keadaan hening, tape recorder terjatuh berantakan di lantai
namun suara lagu kini terdengar dari arah gudang, thata bangun dan
melihat sekelilingnya yang terasa membuatnya merinding tanpa sebab, ia
terjatuh tersandung psp novita dan tubuhnya telentang di lantai, pada
saat itu ia melihat dengan jelas dhea, sedang merangkak bergelayut di
plafon dengan rambut panjang, dengan sekuat tenaga ia berlari ke arah
pintu gudang yang terbuka, setelah thata di dalam gudang ia terdiam
melihat novita sedang memandangi sebuah lukisan sambil bernyanyi.
Lingsir wengi sliramu tumeking sirno… Ojo tangi nggonmu guling…
Awas jo ngetoro…
Aku lagi bang wingo wingo…
Jin setan kang tak utusi…
Dadyo sebarang…
Wojo lelayu sebet…
Thata berjalan pelan menghampiri novita, tiba-tiba saja novita
membalik wajahnya dengan tatapan kosong dan menatap tajam ke arah thata
beberapa saat.
Dan thata histeris melihat novita sang adik tiba-tiba sudah tergantung
tali tambang dengan lidah menjulur keluar di hadapannya. Thata tak bisa
bergerak. Di depannya sebuah lukisan yang seakan bercahaya memancarkan
sinarnya.
Lukisan yang menggambarkan seorang ibu ingin meraih anaknya yang
terjebak di dalam kaca, sementara tangan-tangan dari dalam kaca menarik
tubuh anaknya kuat. Thata histeris kala lukisan ibu itu berputar wajah
dan mengalihkannya padanya yang berdiri tak bergerak dan air hangat
sudah membanjiri kedua kakinya perlahan.Thata kencing di celana.
“siaaapaaa sajaaa…Tolooong aku kalau ini mimpi…!” suara thata melolong
ketakutan di dalam gudang.
Suara thata terhenti seketika di ikuti lampu yang menyala satu-persatu.
Cindy masuk mendobrak pintu dengan senter di tangan,
“apa yang terjadi thata…?!” ibu cindy ikut panik dengan anaknya yang tak
bergerak dengan keringat penuh ketakutan, bola matanya kosong seakan
ingin loncat keluar.
Belum sempat cindy mendapatkan jawabannya. Suara lagu terdengar
dimana-mana. Cindy ketakutan dan menopang anaknya berlari keluar, suara
lagu semakin kencang meski pelan dan lembut. Mengalun mesra merobek
jiwa.
Lingsir wengi sliramu tumeking sirno.. Ojo tangi nggonmu guling…
Awas jo ngetoro…
Aku lagi bang wingo wingo…
Jin setan kang tak utusi…
Dadyo sebarang…
Wojo lelayu sebet…
“siapa kamu…!?” tante cindy berteriak ketakutan di ikuti kedua
kakinya yang tak bisa bergerak. Matanya melotot saat tangan halus
menaiki tubuhnya perlahan menaiki setiap inchi tubuhnya
“disini…!?” tuan tanaka, disebelahnya dhea dan novita, mereka
berjalan pelan dengan tubuh bergetar-getar, mulut mereka keluar darah
dan air liur membasahi lantai. Mereka berjalan perlahan sekali. Suara
tante cindy dan thata menghilang seiring bunyi suara kertakan gigi dan
darah menyembur di ikuti lampu yang padam seketika.
Tamat
Cerpen Karangan: Alfred Pandie
Facebook:
Alfred Pandie
Dikutip dari:
Cerpenmu.com